Kamis, 23 Mei 2013

Bus Listrik Menjawab Perubahan Iklim


Thumbnail
MI/Furqon Ulya Himawan
SALAH satu penyebab utama pemanasan global adalah polusi yang disebabkan oleh moda transportasi, baik di darat, laut dan udara. Terlebih dengan semakin bertambahnya pertumbuhan penduduk, bertambah pula moda transportasi khsusnya kendaraan pribadi.

Karbondioksida atau CO2 yang dihasilkan dari moda transportasi, di kota-kota besar memiliki andil sangat besar sampai 40 persen, seperti di kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Sehingga hal ini menyebabkan pemerintah, melalui Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) selalu melakukan langkah pengembangan untuk menekan angka tersebut.

Bekerja sama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kemenristek meluncurkan bus listrik yang pertama di Indonesia, Microbus Listrik Hevina. Pada Senin (20/5), di Taman Pintar, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), bertepatan dengan hari Kebagkitan Nasional.

Menurut Menteri Riset dan Teknologi (Menriset), Gusti Muhammad Hatta, pengembangan mobil listrik merupakan visi yang telah dibangun oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden, lanjut Gusti, juga telah menegaskan perlunya percepatan pengembangan mobil ramah lingkungan untuk mengurangi beban subsidi bahan bakar minyak (BBM).

“Dan beliau (Presiden) meminta Kemenriset untuk membuat kendaraan yang ramah lingkungan berbasis angkutan massal sebagai moda transportasi,” kata Gusti Muhammad Hatta saat meluncurkan prototipe bus listrik di Yogyakarta.

Bus listrik yang diluncurkan di Yogyakarta, merupakan moda transportasi yang Low Cost Green Car. Artinya sebuah kendaraan yang memang dirancang untuk mengatasi dampak pemanasan global dan menjawab perubahan iklim.

I Wayan Budiastra, selaku Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi Komunikasi dan Transportasi Kemenristek, meyakini, bahwa bus listrik buatan Kemenristek bekerjasama dengan LIPI bisa menjawab permasalahan lingkungan dan pemanasan global. Karena bus listrik tidak memakai BBM yang dampaknya sangat besar terhadap polusi udara.

“Jadi bus listrik yang kami luncurkan sebagai prototipe moda transportasi yang zero emisi dan pollution, sehingga efisiensi energi lebih tinggi dibandingkan BBM, dan bisa mengurangi pemanasan global,” katanya kepada Media Indonesia, Rabu (22/5).


Ramah lingkungan Peluncuran prototipe bus listrik di Yogyakarta dan merupakan bus listrik pertama di Indonesia yang difungsikan sebagai moda transportasi massal yang ramah lingkungan dan efisiesinya tinggi, tidaklah muncul dengan tiba-tiba. LIPI mengaku telah melakukan riset sejak 1997.

Kepada Media Indonesia, Abdul Hapid, peneliti dari LIPI, mengatakan berbagai inovasi dilakukan oleh LIPI untuk mewujudkan kendaraan bermotor ramah lingkungan yang efisien. Setelah memulai sejak 16 tahun silam, akhirnya pada 2009 LIPI menkonversi mobil Kijang menjadi mobil listrik, dan hasilnya sagant efisien.

“Hasilnya beda jauh kalau dibandingkan mobil yang berbahan bakar BBM atau lainnya. Mobil listrik lebih eifsien dan menguntungkan,” katanya saat ditemui Media Indoensia.

Dengan Kemenristek, pada 2011, LIPI kerjasama membuat moda transportasi umum jenis microbus listrik. Karena LIPI melihat, moda transportasilah yang harus dibenahi untuk mengatasi perubahan iklim. Dengan anggaran Rp1,8 miliar, dibuatlah Hevina yang telah diluncurkan di Yogyakarta pada Senin (20/5).

Hevina, kata Adul Hapid, memakai baterai lithium 320VDC 160Ah, dengan kecepatan maksimum 100 km/jam dan jarak tempuh 150 km/charge. Daya
maksimumnya 147 HP sehingga mampu menampung hingga 15 penumpang.

Untuk negara berkembang seperti Indonesia, bus listrik sangatlah pas diterapkan sebagai moda transportasi masssal. Karena melihat kondisi jalan yang tidak terlalu luas, banyak tempat parkir di pinggir jalan dan banyaknya traffic lights disetiap jalan, sehingga tidak memungkinkan memakai troli listrik.

“Jadi untuk moda transportasi massal di Indonesia, bus listrik sangat tepat dan pas, bukan troli,” terang Hapid.

Dari segi manfaat, bus listrik memiliki banyak manfaat jika digunakan sebagai moda transportasi massal. Selain keuntugan utama yakni terbebas permasalahan yang diakibatkan dari transportasi berbasis motor bakar hilang karena tertutup oleh mobil listrik sehingga bebas polusi, juga sangat efisien.

Tingkat efisiensi penggunaan energi bila dibandingkan dengan dengan kendaraan berbasis motor bakar, bisa dua kali lipat. Mampu menurunkan
biaya operasional lebih dari 50%.

Keefesien mobil listrik, Hapid mencontohkan, mobil Kijang milik LIPI yang telah dokonversi menadji mobil listrik. Perliter, kata Hapid, bisa sampai 6-7 km dengan harga subsidi Rp. 4.500. Sedangkan mobil listrik, dengan jarak yang sama, hanya sekitar Rp. 2000.

“Biaya perawatan turun lebih dari lebih dari 70 persen. Karena apanya yang mau di maintenance, paling juga itu kalau kita menggunakan baterai basah, sehingga setiap setiap 2000 km harus mengisi air, itu saja,” katanya.

LIPI, kata Hapid, telah merubah energi kinetik untuk mobil listrik ketika melalui jalan yang menurun. Sehingga mobil bisa mensuplai energi sendiri secata otomatis dengan energi kinetik.

Mobil listrik, tegas Hapid memiliki lebih banyak keuntungan dibandingkan mobil berbahan bakar BBM, terutama dari segi lingkungan. “Terutama pas macet atau kondisi tidak bergerak, karena pas macet mobil listrik tidak membaugn energi sama sekali, beda dengan mobil berbahan bakar BBM, menambah polusi dan bahan bakar juga berkurang,” katanya.

Mengenai harga, Hapid mengaku itulah kelemahan dari mobil listrik. Karena di berbagai negara, harga mobil listrik sangatlah mahal. Hal itu karena harga baterai yang memang mahal dan harus impor.

Namun , untuk produksi massal nantinya, Hapid, menjamin hargany akan lebih murah. “Harga bisa ditekan, harus bisa di bawah Rp1 miliar,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar